Jumat, 15 April 2011

Hanya Satu Kalimat: Sekolah Katolik Perlu Dukungan

Kiriman tulisan dari Rm. A. Luluk Widyawan

Melihat kondisi sekolah-sekolah Katolik, saat ini yang diperlukan adalah dukungan. Jika disadari panggilan karya pendidikan Katolik untuk apa, maka setiap kesulitan dan hambatan niscaya bisa dicari jalan keluarnya.

Karya Gereja

Gereja memiliki pilar pembinaan iman, pendidikan dan kesehatan. Di mana ada Gereja, di situ paling tidak ada karya pembinaan iman, sekolah dan rumah sakit. Inilah yang dilakukan oleh Yesus sendiri dalam karyaNya di dunia, mengajak berdoa, mengajar dan menyembuhkan. Melalui karya-karya unggul itulah Gereja ajur-ajer di tengah masyarakat, diterima dan hadir membawa kabar keselamatan konkret. Di sebuah tempat di mana ada sekolah atau rumah sakit, Gereja cenderung berkembang, dibandingkan di tempat yang tidak ada. Bahkan perkembangan Gereja diawali dengan karya pendidikan terlebih dahulu.

Pasar dan Sekolah Katolik

Sebenarnya, umat masih mengharapkan anak-anaknya bisa bersekolah di sekolah Katolik, paling tidak karena alasan mutu dan pengajaran iman. Kesulitannya seringkali masalah biaya. Bagi mereka yang mampu tentu tidak menjadi masalah. Bahkan karena dua alasan tadi mereka berani memperjuangkan biaya tersebut. Bagi yang mereka yang tidak mampu, ini yang perlu didukung dengan tidak mengabaikan usaha orang tua. Dukungan dari mana ? Misalnya dari paroki dengan mengadakan kelompok anak asuh atau mendirikan kelompok sejenis di paroki dengan tujuan membantu pendidikan.

Memang ada beberapa karakter umat. Yang merasa harus menyekolahkan di sekolah Katolik, apapun dan bagaimanapun itu. Sebaliknya ada yang lebih memilih sekolah murah berkualitas, sebagai contoh sekolah negeri. Ada yang memilih sekolah Katolik, namun terhambat biaya dan mencari solusi kreatif, sehingga kesulitan biaya bukan rintangan. Ada pula yang memilih sekolah Katolik, namun kecewa, menyumpah serapah dan menjelek-jelekkan karena terhambat biaya yang mahal. Ada juga yang tidak memilih sekolah Katolik, namun memilih sekolah lain yang lebih dianggap bermutu meskipun harganya justru lebih mahal daripada sekolah Katolik. Lebih parah lagi, ada yang antipati dengan sekolah Katolik karena mahal, mutu merosot dan sekian alasan negatif lainnya.

Sementara itu para pendidik dan pengembangan sekolah hendaknya tidak luput dari perhatian. Yang seringkali terdengar adalah, sekolah Katolik mahal. Mahal itu sendiri pun kini mendapat alasan karena diperlukan dana demi kelangsungan gaji pendidik dan pengembangan sekolah. Satu hal yang menyedihkan mendengar paparan bahwa pendidik di sekolah Katolik tidak mendapatkan gaji sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. Tentu karena keterbatasan dana yang diperoleh dari para murid. Maka semakin menyedihkan jika mendengar sekolah Katolik sebisanya murah, lalu gaji para pendidik dan dana pengembangan pendidikan didapat dari mana ? Padahal sebagaimana diketahui, dana diperlukan untuk mendukung semua itu. Tanpa dana, maka banyak guru sekolah Katolik akan meninggalkan sekolah Katolik begitu diterima menjadi PNS dengan gaji yang lebih baik. Kecuali ada upaya lobi dan serius untuk memperjuangkan mereka yang diangkat sebagai PNS dapat diperbantukan di sekolah Katolik. Tanpa gaji yang mencukupi sementara tuntutan begitu tinggi, memungkinkan berdampak pada kesungguhan mengajar. Semoga hal ini keliru. Sementara untuk mencukupi gaji sesuai standar, seringkali terhambat dengan kemampuan yayasan dan cibiran sekolah harus murah.

Perbedaan persepsi inilah yang perlu dijembatani dengan mengadakan dialog, komunikasi dalam suasana saling pengertian. Paroki atau kelompok umat dapat mengundang dialog pihak sekolah atau yayasan untuk menjalin pemahaman, agar hal-hal yang menganjal bisa dikomunikasikan. Bukan sekedar sakit hati, kecewa dan menjelek-jelekan melulu sekolah Katolik

Dukungan

Gereja dalam hal ini komunitas umat, paroki, stasi, kelompok maupun siapapun itu perlu mendapatkan pencerahan terus menerus untuk terlibat dengan berbagai cara kreatif mengambil sikap peduli terhadap dunia pendidikan. Misalnya, tim paroki peduli sekolah atau bahkan komitmen paroki membantu sekolah di wilayahnya, panitia anak asuh, gerakan-gerakan peduli pendidikan, beasiswa dan lain-lain. Jika tidak, maka wacana mendukung sekolah Katolik hanya impian dan tinggal menunggu waktu, saat sekolah-sekolah Katolik akan menjadi gedung kosong belaka, memorabilia misi yang dilupakan generasi penerusnya yang lupa.

Namun, kegiatan tersebut hendaknya dilakukan dengan laporan yang transparan-akuntabel dan membawa dampak perubahan nyata, seperti kualitas kembali bagus, disiplinnya baik, pendidikan nilai-nilai terjadi, guru mumpuni, prestasi yang membanggakan, murid dan lulusannya cerdas dan berbudi luhur, pengajaran dasar-dasar iman Katolik mantap serta didukung sarana prasarana yang up to date. Jika tidak, para penyumbang akan menilai sendiri apa yang sesungguhnya terjadi dengan penuh keprihatinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar