Jumat, 15 April 2011

Nasib Sekolah Katolik Bagian #3

“Belajar dari Sekolah Muhammadiyah Kalimantan”

Sebelum membahas tentang membangun sekolah Katolik yang unggul, ada baiknya kita melihat beberapa contoh sekolah dengan kondisi yang serupa. Kali ini saya berbagi tentang sekolah yang berada di daerah pedalaman. Sekolah Muhammadiyah Sangata. Semoga menambah wawasan dan pemahaman kita tentang diluar sekolah Katolik. Kisah ini tentang perjuangan Joko Wahyono, bagaimana mengubah sekolah minus menjadi sekolah maju dan berhasil.

Berikut ini Kondisi sekolah Muhammadiyah Sangata tahun 1998
1. Yayasan Penyelenggara sekolah tidak kompeten
Struktur organisasi yayasan tidak berfungsi, beberapa personel mempunyai semangat yang tinggi, namun tidak memiliki kompentensi untuk memimpin penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian organisasi berjalan datar dan apa adanya.

2. Bangunan sekolah terbatas dan memprihatinkan
Apakah anda sudah melihat film laskar pelangi? Gedung sekolah yang digambarkan dalam film tersebut mirip bangunan SD Muhammadiah Sangata. Satu gedung memiliki 5 ruang, 4 ruang digunakan kelas, sedangkan 1 ruang untuk kepala sekolah, ruang guru, tata usaha dan BP. SD memiliki 6 kelas siswa, sedangkan hanya ada 4 ruang kelas. Akibatnya ada 2 ruang kelas yang dipakai bersama dengan diberi sekat ruang. Sore harinya bangunan tersebut digunakan untuk SMP yang memiliki 3 kelas.

3. Lokal sekolah yang bermasalah
Bukan milik sendiri, tapi diakui milik wilayah Taman Nasional Kutei.

4. Keuangan kembang kempis
Sumber keuangan dari iuran SPP dan iuran simpatisan tidak dikelola dengan baik. Rata-rata jumlah murid per kelas 15 orang untuk SD dan SMP dengan SPP Rp. 5000 sampai Rp. 10.000/bulan.

5. SDM tidak berkualitas dan tidak kompeten
Rata-rata guru tidak memiliki ijasah yang layak untuk mengajar, terutama untuk guru SMP
6. Tidak ada semangat dan gairah untuk berusaha

Melihat berbagai kondisi tersebut, maka Ketua Yayasan yg baru, Joko Wahyono menyimpulkan sekolah tersebut “Mustahil” untuk berkembang. Dengan lokasi di daerah terpencil di Sangata, 70 km dari Bontang, Kalimantan. Karena dianggap yayasan tidak memiliki hampir semua persyaratan sekolah untuk berkembang.

Bahkan pihak yayasan berpikir untuk menutup sekolah tersebut, dan membuat sekolah baru di lokasi lain yang lebih menjanjikan masa depan guru, sekolah dan organisasi.

Namun sejumlah pertanyaan ini membuat mereka mengurungkan niat tersebut. Mereka mulai dari pertanyaan:
- Apa yang membuat sekolah ini bisa bertahan?
- Bagaimana caranya sekolah yang tidak memiliki uang masih bisa beroperasi?
- Apa yang dilakukan untuk menutupi kekurangan fasilitas?
- Bagaimana strategi membangun sekolah terbaik?

Mereka memfokuskan pada nilai-nilai positif yang masih dimiliki Muhammadiyah.
Dari serentetan pertanyaan tersebut, akhirnya ketua yayasan yang baru menemukan jawabannya. Sekolah ini ternyata memiliki kekuatan yang mungkin jarang dimiliki oleh sekolah lain yaitu kekuatan semangat, kekuatan nilai, loyalitas dan komitmen tinggi.

Secara ringkas langkah-langkah yang dilakukan yayasan Muhammadiyah:
1. Menciptakan organisasi yang sehat
Mencari hubungan kerja yang cocok antara yayasan dan kepala sekolah. Analisis Pak Joko, jika pola komando diterapkan, sekolah akan bergantung pada pemberi komando yaitu Yayasan. Sedangkan para pengurus yayasan bukanlah orang yang memiliki waktu yang cukup dan selalu siap di tempat jika dibutuhkan sekolah. Juga seringkali terjadi ketergantungan pihak kepala sekolah / guru, dan rasa takut berbuat salah dalam pengembangan sekolah. Sehingga tugas kepala sekolah/guru hanya sebatas menjalankan tugas, dan minim hal-hal kreativitas. Tugas Pengembangan sekolah sepertinya menjadi wewenang yayasan.

Berkat pengalaman Pak Joko Wahyono sebagai kepala sekolah, akhirnya dia menentukan yayasan dengan pihak sekolah dalam hubungan yang dinamis, terbuka, jujur, berkomitmen dan menghindarkan diri dari conflict of interest. Dalam pelaksanaannya, lebih banyak sebagai konsultan dan memberi kepercayaan kepada kepala sekolah dan membantu permasalahan yang dihadapi.

2. Menyiapkan SDM yang handal dan berhati mulia
Dengan memiliki konsep sekolah yang jelas, mulailah yayasan mencari figur kepala sekolah yang kompeten.Sebab kepala sekolah merupakan ujung tombak keberhasilan sebuah sekolah. Dengan menjual ‘konsep’ sekolah yang baru, yayasan mulai ‘berburu’ kepala sekolah dengan cara bersilahturahmi ke tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, para birokrat, pengusaha atau pada acara social. Satu hal lagi yang paling penting adalah menyeleksi para guru dan SDM yang ada, dan meminta komitmen yang mau mulai lagi dari nol.

3. Strategi mendapatkan murid baru
Memasarkan sekolah SMK (STM) yang tidak punya gedung, tidak punya fasilitas dan tidak punya dana, memerlukan perjuangan ekstra keras. Langkah pertama yang dilakukan adalah mendapatkan surat rekomendasi dari perusahaan-perusahaan untuk bekerja sama sebagai tempat praktek siswa. Gayung pun bersambut, karena semua perusahaan menyambut rencana tersebut. Surat rekomendasi yang berlogo perusahaan sangat efektif sebagai alat marketing untuk mendapatkan siswa baru. Misalnya dalam membuat spanduk dan brosur, sekolah bekerja sama dengan perusahaan. Di dalam brosur, pihak sekolah menjual konsep diantaranya SDM yang berkualitas, lulusan siap kerja, dukungan perusahaan tempat prakek kerja, dukungan pemerintah, tokoh pendidikan serta tokoh masyarakat. Hasilnya diluar dugaan, sekolah tersebut memperoleh lebih dari 200 calon siswa mendaftar. Padahal daya tampung sekolah hanya 120 siswa. Promosi tahun berikutnya menjadi mudah karena siswa yang praktek di beberapa perusahaan ternyata mendapatkan uang saku, transport dan uang makan yang cukup. Tentu saja informasi ini langsung menyebar dan mengharumkan nama sekolah SMK tersebut.

4. Menyiapkan gedung dan fasilitas belajar
Untuk menyiasati gedung yang tidak layak, yayasan mencari pinjaman ke pemda, gedung sekolah negeri terdekat. Akhirnya berhasil diperoleh sebuah gedung SD negeri, dan akhirnya dilakukan pengecatan secukupkanya dengan dana 1 juta rupiah. Berkat penerimaan siswa baru, mendapatkan uang gedung sebesar 120 @350 ribu atau 42 juta. Uang tersebut dialokasikan untuk berbagai kebutuhan, yaitu 7 juta untuk membeli fasilitas belajar, yang 35 juta untuk membangun gedung sekolah sendiri di tanah milik yayasan.

Membangun gedung dengan uang 35 juta apakah itu cukup? Tentu saja tidak cukup. Meski membuat bangunan dengan bahan kayu, uang tersebut hanya cukup tiang bangunan dan atap sirap untuk 3 ruang kelas. Tanpa dinding dan belum ada lantainya. Namun berkat uang awal itu, mengalirlah bantuan dari berbagai pihak yang menyumbang berbagai macam material seperti kayu gelondongan dari perusahaan setempat. Juga material lain dari masyarakat. Menjelang tahun ajaran baru berikutnya, pihak yayasan mulai berani meminjam atau utang bahan bangunan ke pihak lain. Akhirnya gedung sekolah tersebut selesai juga meski dalam kondisi pas-pasan.

Melihat perkembangan sekolah yang begitu pesat, mengalirlah kepedulian dari masyarakat, perusahaan dan tokoh agama, juga dari pemerintah setempat.

5. Program pembelajaran profesional
Materi pembelajaran tidak hanya teori, juga dilengkapi skill dan praktek yang seimbang, dengan cara:
a. Pengajaran ibadah praktis, meningkatkan Imtaq (iman dan takwa)
b. Program One corporate one school. Sekolah harus menjadi bagian dari perusahaan
c. Program wirausaha. Jiwa entrepreneur dan menghasilkan lulusan yang memiliki skill.
d. Program Social School Responsibility (SSR), kepedulian terhadap masyarakat

6. Menjaga keharmonisan dan iklim yang kondusif
Secara perlahan yayasan juga harus seimbang mengupayakan kepentingan dan kesejahteraan para guru. Di tahun pertama mungkin para guru bisa mengerti untuk diajak berkomitmen demi kepentingan sekolah, namun harus segera memberi penghargaan atas dedikasi di tahun berikutnya. Untuk menjaga keharmonisan hubungan, yayasan melibatkan kepala sekolah, para guru, staf dalam merencanakan pengembangan sekolah. Untuk menjaga kesejukan hati, setiap bulan diadakan acara rohani dan even tertentu diadakan acara kekeluargaan.

Berkat usaha yang gigih dan pantang menyerah, dalam waktu 4 tahun (dari 1999 sd 2003) Sekolah Muhammadiyah yang terdiri dari SD, SMP dan SMK menjadi sekolah berprestasi.
Dari kas awal yayasan 3,5 juta menjadi saldo kas 2,9 milyar di tahun 2004.
Ditambah lagi dengan asset :
• Tanah seluas 1 hektar
• Lahan pengembangan seluas 3 hektar
• Bangunan seluas 275 m2 di lokasi strategis
• Mendirikan sekolah baru SMK Muhammadiyah dengan 18 ruang kelas. Dan memiliki sarana prasarana yang meliputi: 4 ruang workshop, ruang ITC, perpustakaan, 10 ruang toilet dll.

Yang membanggakan, sekolah ini menjadi salah satu sekolah berprestasi:
• Menghasilkan penemuan peralatan baru yang berhasil dibuat siswa.
• Peringkat I UNAS tahun 2003/2004 tingkat SMK se Kalimantan Timur
• Prosentasi lulusan tertinggi untuk SMK se Kalimantan Timur
• 15 persen sudah direkrut perusahaan sebelum siswa lulus.
• 90 persen para siswa langsung diterima kerja setelah lulus.
• Guru berprestasi tingkat SMK ke Kalimantan Timur
• Juara 1 Lomba karya tulis tingkat pelajar.

Semoga ulasan ini bermanfaat dan menambah semangat demi memajukan Sekolah Katolik.

Salam pendidikan,
Markus Tan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar