Jumat, 15 April 2011

Nasib Sekolah Katolik Bagian #4

“Belajar dari SD Muhammadiyah 16 Surabaya”

Sekolah ini berlokasi di Jl. Baratajaya III Surabaya, letaknya tidak jauh dari rumah saya berjarak sekitar 500 meter saja. Namun saya belum begitu mengenal, hingga prestasi sekolah ini masuk di halaman Metropolis Jawa Pos Sabtu, 10 oktober 2009.

Inilah beritanya, seperti yang termuat di harian Jawapos

Heru Tjahjono, Lulusan SMPP Konseptor SD Muhammadiyah Kreatif
Dulu Tak Laku, Kini Sekolah Favorit

Kreativitas bisa mengubah sekolah tak laku menjadi sekolah favorit. Itulah yang terjadi di SD Muhammadiyah (SDM) Kreatif 16 Surabaya. Konsep sekolah kreatif tersebut muncul dari Heru Tjahyono, yang formalnya tak punya latar belakang ilmu pendidikan.

BERADA di tengah kampung yang kadang banjir, gedung SD Muhammadiyah Kreatif 16 Surabaya terkesan nylempit. Namun, warna-warni temboknya yang ngejreng cukup menarik perhatian.

Warna-warni itu lebih terasa ketika masuk ke dalam kelas. Meja dan kursi siswa tidak seperti biasanya. Tapi, ada yang berbentuk segi tiga, bundar, kotak, dan bentuk-bentuk lain. Demikian juga jendelanya, ada yang berbentuk wajah manusia, bunga, pesawat terbang, dan lain-lain.

Tangga kayu yang menghubungkan kelas-kelas di lantai dua dengan lantai satu lebih banyak digunakan untuk naik. Sebab, para siswa lebih suka turun meluncur lewat pelorotan yang memang disediakan. ''Kami ingin menciptakan pembelajaran yang menyenangkan untuk anak didik,'' kata Heru Tjahjono, konseptor SDM Kreatif.

Sejak diberi label Kreatif pada 2001, sekolah di Baratajaya I itu memang menjadi salah satu pilihan orang tua menyekolahkan anaknya. Sebelumnya, menurut Heru, kondisi sekolah tersebut cukup memprihatinkan. Muridnya tidak banyak, hanya 60-70 anak. ''Banyak yang tidak mau sekolah di situ. Padahal, iurannya murah, hanya Rp 15 ribu,'' papar pria asli Surabaya tersebut.

Pelabelan Kreatif itu dibarengi publikasi melalui kain rentang warna-warni yang dipasang di beberapa sudut jalan. Logo sekolah dimodifikasi menyerupai balon, sehingga terkesan lucu dan menyenangkan. Para guru menyosialisasikan kepada masyarakat melalui buletin.

''Kebetulan, saat itu akhir Ramadan 2001. Saat salat Idul Fitri, sekolah membagikan buletin dan brosur tentang sekolah kreatif,'' jelas Heru. ''Tak sedikit warga yang bertanya-tanya, kok ada sekolah baru,'' lanjutnya.

Tim penerimaan siswa baru juga proaktif dengan cara jemput bola. ''Kalau ada yang mau daftar (sekolah), bisa kami datangi ke rumahnya,'' kata pria 49 tahun tersebut.

Untuk memberi kesan kreatif, Heru menyediakan tempat khusus untuk menerima pendaftaran siswa yang terbuat dari bambu di depan sekolah. ''Kami sudah menunjukkan kreativitas, walaupun gedung masih jelek,'' ungkapnya.

Usaha kreatif dan kerja keras tersebut membuahkan hasil. Tak sedikit orang tua siswa yang menyekolahkan anak mereka ke SDM Kreatif 16. Semula, sekolah hanya menargetkan satu kelas berisi 25 siswa. Ternyata, peminatnya berlebih, sehingga dibuka satu kelas lagi. ''Padahal, SPP dinaikkan menjadi Rp 150 ribu dari yang semula Rp 15 ribu,'' kenang Heru.

Ditemui di sekolah itu, Heru sedang membuat konsep outbound untuk siswa. Rencananya, semua siswa, mulai kelas I-VI, melakukan outbound di Kebun Teh Lawang, Malang. Mereka akan menginap di tempat itu tanpa didampingi orang tua masing-masing. ''Selain bisa bebas bermain, mereka bisa melihat pembuatan teh secara langsung,'' jelas pria berambut sebahu itu.

Belajar secara out door merupakan salah satu ciri sekolah kreatif. ''Misalnya, kalau kita memberi pelajaran tentang perhitungan suara dalam pemilu, yah kita bawa siswa ke KPU (Komisi Pemilihan Umum, Red),'' katanya. Tak jarang mereka mengundang guru tamu sesuai tema pembelajaran.

Yang tak biasa pada siswa-siswa SDM Kreatif 16 itu, mereka bebas tidak memakai seragam sekolah. ''Itu kebijakan yang demokratis bagi anak-anak. Mereka tidak bisa dipaksa menggunakan seragam,'' ujar Heru.

Kebijakan tersebut semula dianggap aneh oleh sebagian orang. Bahkan, tak sedikit yang mengatakan tidak cocok diterapkan di sekolah formal. Namun, Heru dengan konsepnya ingin membuat anak-anak belajar secara enjoy, tidak merasa tertekan oleh peraturan seragam sekolah. ''Kami ingin memberikan pendidikan yang memanusiakan anak didik,'' tegasnya. Termasuk, pada anak-anak autis yang juga diterima masuk sekolah itu.

Pada perkembangannya, sekolah yang dulu tak laku tersebut kini punya grup band hip hop Islami. Grup itu sering diundang manggung di stasiun TV. Juga, ada ekstrakurikuler barongsai. ''Bakat anak harus dikembangkan melalui berbagai kegiatan yang sesuai potensi mereka,'' katanya.

Konsep SDM Kreatif yang digagas Heru tersebut kini cukup diminati. Buktinya, ada tiga SDM lain yang kini berlabel Kreatif. Yaitu, SD Muhammadiyah Kreatif 20 Surabaya; SD Muhammadiyah Kreatif 2 Tulangan, Sidoarjo; dan SD Muhammadiyah Kreatif 2 Bangil. ''Sekolah-sekolah itu punya latar belakang yang sama,'' jelasnya.

Tak banyak yang tahu sebetulnya Heru -formalnya- tak punya latar belakang ilmu pendidikan. Dia lulusan SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan) di Lawang, Malang, setingkat SMA. Begitu lulus -sekitar 1980-, dia bekerja di perusahaan asuransi di Surabaya. ''Saya tidak sempat kuliah karena harus kerja,'' ungkapnya.

Belum lama di perusahaan asuransi, dia pindah kerja di apotek, kemudian pada 1982 pindah lagi ke pabrik besar farmasi (PBF). Selama itu, dia tetap menjalani hobinya, menggambar. ''Kebetulan, saya suka nggambar sejak SMP,'' kata pria berjenggot tersebut.

Ketidakpuasan pada kondisi, kebijakan pemerintah yang kadang diskriminatif, dan segala bentuk protesnya disalurkan lewat karikatur dan kartun. Karyanya tersebut dia kirimkan ke media massa. ''Setelah dua tahun, karikatur saya akhirnya dimuat di media massa,'' tuturnya.

Karena sudah bisa hidup dari karikatur dan kartun, Heru memutuskan keluar dari PBF dan fokus tekun menggambar. Pada 1986, dia berhasil menjuarai lomba karikatur tingkat nasional yang diadakan salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya.

Tak lama, dia ditawari bekerja di Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Surabaya bagian laboratorium biologi. Sebab, dia dinilai punya pengalaman di bidang farmasi. Itulah kali pertama dia bersinggungan dengan dunia pendidikan.

Dia kemudian juga bekerja di SD Muhammadiyah 4 Pucang, bagian perekonomian sekolah. Meski jam kerjanya padat, Heru tetap menyempatkan menggambar. Pagi di SDM 4 Pucang, sore di Unmuh, malam waktu untuk menggambar.

Ketika di SDM 4 tersebut, hati kecilnya sering berontak. Heru merasa tidak cocok dengan sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah itu. Dia melihat banyak anak merasa terbebani saat masuk sekolah. ''Mereka membawa tas besar seperti mau camping saja,'' ungkap suami Sri Aminingsih itu.

Berbeda saat mereka pulang sekolah. ''Anak-anak merasa gembira, seperti bebas dari penjara,'' ujarnya.

Heru tidak bisa berbuat banyak karena posisinya tidak bersinggungan langsung dengan kebijakan sekolah. Satu-satunya jalan yang dia tempuh adalah mendiskusikan ide kreatifnya dengan para guru. ''Secara pribadi, para guru setuju dengan ide tersebut. Tapi, mereka tidak bisa menerapkan,'' kata bapak dua anak itu. ''Sekolah itu kan sudah mapan, jadi tidak mungkin menerapkan ide saya,'' lanjutnya.

Meski begitu, Heru terus mengajak beberapa temanya membahas konsep sekolahnya tersebut. Sampai suatu ketika, dia menawarkan ide itu kepada pimpinan cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel -waktu itu- Sukardi H.P. Ternyata, Sukardi setuju. Heru pun diberi kesempatan mengembangkan SD Muhammadiyah 16 tersebut.

Di sekolah itu, Heru bukan menjadi pengajar, melainkan penggodok konsep pembelajaran. Meski begitu, kadang wali siswa ingin menemuinya sebelum memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Misalnya, Sabtu siang pekan lalu, seorang calon wali siswa meminta bertemu Heru. Pria kurus itu pun langsung menutup laptopnya, menemui tamu tersebut dan mengajak perempuan berkerudung itu keliling sekolah sambil menjelaskan segala sesuatunya.
--------------

Sebelumnya saya juga sering melihat spanduk sekolah ini, dibeberapa tempat strategis di sekitarnya. Isi spanduk sering kali acara seminar, sarasehan, talkshow yang mengundang tokoh-tokoh terkenal. Yang pernah diundang seperti: Din Syamsudin, Daniel Sparinga, Emha Ainun Najib, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ingin tahu lebih lanjut tentang sekolah ini, silahkan klik: www.sekolahkreatif.com

Semoga bermanfaat dan memberi inspirasi.

Salam pendidikan,
Markus Tan
www.best-camp.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar